Rabu, 19 Oktober 2011

Jumratul Islamiah - Peran Mahasiswa Untuk Menyeru Kepada yang Ma'ruf dan Mencegah dari yang Munkar

Mahasiswa mungkin hanyalah sebuah kata yang menunjukan status seorang manusia di dalam jenjang pendidikannya. Ya, mahasiswa disematkan kepada mereka yang mencari ilmu di perguruan tinggi. Karena mahasiswa itu sendiri terdiri dari dua kata, Maha yang berarti tinggi dan siswa yang bermakna pencari ilmu.
Akan tetapi ternya, label mahasiswa tak hanya sekedar dalam pengertian definitive itu saja. Ternyata, disadari atau tidak, mahasiswa merupakan sebuah entitas unik yang mempunyai posisi tersendiri di tengah-tangah masyarakat. 
Fungsi Mahasiswa
1.      Social Control
Peran mahasiswa sebagai kontrol sosial terjadi ketika ada yang tidak beres atau ganjil dalam masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa dengan gagasan dan ilmu yang dimilikinya memiliki peranan menjaga dan memperbaiki nilai dan norma sosial dalam masyarakat.

2.      Iron Stock
Mahasiswa adalah aset, cadangan, dan harapan bangsa masa depan. Peran organisasi kampus tentu mempengaruhi kualitas mahasiswa, kaderasasi yang baik dan penanaman nilai yang baik tentu akan meningkatkan kualitas mahasiswa yang menjadi calon pemimpin masa depan. Inilah fungsi mahasiswa sebagai Iron Stock.


3.      Creator of Change
Mungkin kita seringkali mendengar istilah agen of change. Agen perubahan. Meskipun sebenarnya tidak terlalu penting dalam istilah, akan tetapi penjelasan saudara Jiwo Damar (Mahasiswa FISIP UI dalam artikelnya) bisa dibenarkan, bahwa dalam defininya kata ”agen” seringkali hanyalah sebagai pembantu atau bahkan hanya menjadi objek perubahan, bukan sebagai pencetus perubahan (creator of change). Inilah alasan mengapa saat ini peranan mahasiswa banyak yang diboncengi oleh kepentingan sesaat, sehingga mahasiswa terkesan sangat pragmatis dan materialistik. Dengan menggunakan kata ”pencetus”, mahasiswa seharusnya dapat bergerak independen, sesuai dengan idealisme yang mereka miliki.
Kita sebagai mahasiswa Islam pun harus ikut serta memainkan peran. Kita harus menjadi social control terhadap apa yang terjadi ditengah masyarakat dan pemerintahan. Menyiapkan diri sebagai cadangan masa depan yang dapat memimpin ummat menuju arah yang lebih baik, serta yang tak kalah penting untuk dilakukan, sebagai mahasiswa Islam WAJIB menjadi creator of change terhadap apa-apa yang tidak sesuai dengan Islam.
Semua fungsi ini berkaitan erat dengan idealisme yang dimiliki mahasiswa. Dalam kacamata islam, sudah menjadi keharusan bahwa idealisme yang dimiliki mahasiswa islam berlandaskan pada tauhid. Yakni, menjadikan ketentuan-ketentuan syariat sebagai kacamata perubahan. Dari landasan inilah, diharapkan mahasiswa muslim memberikan kontribusi dalam mewujudkan tatanan masyarakat Islami. Dan itu termuat dalam satu kata kunci, Dakwah.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran: 104)

Dua Langkah Perubahan
Perubahan ditengah-tengah masyarakat selalu diawali dengan adanya kesadaran bahwa realita yang ada tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Maka langkah pertama yang perlu dilakukan oleh ummat –dalam konteks pembicaraan kita adalah mahasiswa— yakni mengenal dan mempunyai gambaran bagaimana kondisi ideal yang kita cita-citakan. Tentu saja hal ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan adanya usaha mendalami serta mengkaji sumber-sumber pengetahuan (source of knowledge) tertentu, yang sekali lagi, harus berlandaskan kepada Tauhid dan syariat sebagai sumber hukum (source of law). Hal ini bisa dilakukan dengan diskusi dan dialog, karena mahasiswa bersifat rasional dan analitis. Langkah pertama ini dilakukan agar pergerakan mahasiswa tidak blank visi. Disinilah fungsi Iron Stock sedang dibentuk, yakni lahirnya mahasiswa yang visioner dan berpandangan jauh kedepan!
Jika langkah pertama telah dilalui, maka selanjutnta yang harus segera dilakukan adalah membandingkan realita yang ada, apakah sesuai dengan kondisi ideal ataukah belum. Jika sudah sesuai, maka harus terus diperahankan. Jika tidak, maka harus ada usaha penyadaran yang lebih luas. Inilah langkah kedua itu. Penyadaran terhadap kerusakan realita, yang diiringi usaha untuk mengarahkan ummat kepada kondisi ideal. Hal ini bisa dilakukan dengan beragam cara, tanpa harus mengabaikan ketentuan yang telah ditentukan syara’. 
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan Hikmah  dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (TQS. An-Nahl:125)
Pada langkah kedua inilah, terlaksana fungsi mahasiswa sebagai social control, petugas yang memberikan nasihat, kritik, hingga “menghukum” siapa dan apa saja yang tidak sesuai dengan cita-cita ideal. Dengan kesadaran ini, mahahasiswa bersama masyarakat (ummat) kemudian terdorong untuk melakukan perubahan menuju arah yang lebih baik. Siapa saja –setelah kesadaran ummat ini terbentuk— tak akan mampun untuk menghalangi. Jika hal semacam ini terjadi, maka terwujudlah fungsi mahasiswa sebagai creator of change.

Allah Ta’ala berfirman,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron : 110)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Amar ma’ruf (mengajak kepada yang ma’ruf) dan nahi mungkar (mencegah dari kemungkaran) merupakan sebab Allah menurunkan kitab-kitabNya dan mengutus para rasul-Nya. Dan dia (amar ma’ruf nahi mungkar) merupakan bagian dari agama.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar hal. 9. Sebagaimana dalam Haqiqotul Amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘anil Mungkar, Syaikh Dr.  Hamd Al ‘Ammar hal. 34-35)
Amar ma’ruf nahi mungkar termasuk asas terpenting dalam Islam karena hakekat Islam adalah melaksanakan kema’rufan (kebaikan) dan meninggalkan kemungkaran, dan itu semua tidak akan tegak bila tidak ada yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran.
Bila tidak ada amar ma’ruf, manusia akan meninggalkan kewajiban agama yang dibebankan kepada mereka. Bila tidak ada nahi mungkar, mereka akan bebas berbuat kemungkaran, baik kesyirikan , kebid’ahan, maupun kemaksiatan, sebab tidak ada yang melarang mereka.
Maka kami wasiatkan kepada setiap orang yang masih memiliki semangat menjalankan agamanya, hendaknya mereka memperhatikan asas ini serta menerapkannya, tentu diharuskan berbekal ilmu syar’i terlebih dahulu. Hendaknya kita tidak hanya beramar ma’ruf saja, namun kemudian meninggalkan nahi mungkar dengan alasan yang dibuat-buat, semisal takut akan membuat umat lari, perpecahan, pertikaian, dan sebagainya.
Hendaknya pula berbekal dengan ilmu syar’i sebelum melakukannya. Janganlah seperti orang yang tidak tahu jalan tetapi memberanikan diri menunjukkan jalan kepada orang lain, sehingga menyesatkannya. Tidak mungkin orang yang tidak tahu dapat memberi tahu orang lain.
Inilah kasih sayang manhaj salaf, mereka menunjukkan umat kepada kebaikan, mencegah dari kemungkaran, dan itu semua dilandasi dengan ilmu. Mereka tidak rela melihat saudara mereka terjerumus ke dalam kebinasaan,
ما من رجلٍ يكون في قومٍ يعمل فيهم بالمعاصي يقدرون على أن يغيروا عليه فلا يغيروا إلا أصابهم اللّه بعذابٍ من قبل أن يموتوا
“Tidaklah seseorang berada di tengah kaum yang melakukan kemaksiatan, di mana mereka mampu untuk merubah kemaksiatan tersebut, namun tidak mau merubahnya, kecuali pasti Allah akan menimpakan adzab kepada mereka sebelum mereka mati.” (HR. Abu Daud, kitab Al Malahim. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Sunan Abu Daud 3/819 no. 4339)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar