Rabu, 19 Oktober 2011

Riestri Nurbudi R - Peran Sarjana

“Peran Kita yang akn kita lakukan sebagi muslim,
sebagai calon sarjana Informatika”
 
·         Untuk
Menyuruh kepada yang ma’ruf
 
Amar ma'ruf nahi mungkar merupakan kekhususan dan keistimewaan umat Islam yang akan mempengaruhi kemulian umat
Islam. Sehingga Allah kedepankan penyebutannya dari iman dalam firman-Nya, umat
Islam adalah umat terbaik bagi segenap umat manusia. Umat yang paling memberi
manfaat dan baik kepada manusia. Karena mereka telah menyempurnakan seluruh
urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar ma'ruf nahi mungkar. Mereka
tegakkan hal itu dengan jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka.
Inilah anugerah yang sempurna bagi manusia. Umat lain tidak memerintahkan
setiap orang kepada semua perkara yang ma'ruf (kebaikan) dan melarang semua
kemungkaran. 


Merekapun tidak berjihad untuk
itu. Bahkan sebagian mereka sama sekali tidak berjihad. Adapun yang berjihad
-seperti Bani Israil- kebanyakan jihad mereka untuk mengusir musuh dari
negerinya. Sebagaimana orang yang jahat dan dzalim berperang bukan karena
menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, tidak pula untuk amar ma'ruf nahi
mungkar. Hal ini digambarkan dalam ucapan Nabi Musa. 


amar ma’ruf nahi mungkar juga merupakan shadaqah.
Karena untuk merealisasikan amar ma’ruf nahi mungkar, seseorang perlu
mengeluarkan tenaga, pikiran, waktu, dan perasaannya. Dan semua hal tersebut
terhitung sebagai shadaqah. Bahkan jika dicermati secara mendalam, umat ini
mendapat julukan ‘khairu ummah’, karena memiliki misi amar ma’ruf nahi mungkar.
Dalam sebuah ayat-Nya Allah swt. berfirman:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik


·         Untuk Mencegah dari yang mungkar
 
sholat dapat
mencegah dari perbuatan keji dan munkar, sampe2 mantan mentri agama kok
korupsi, yang salah bukan sholatnya, tapi yang sholat. mereka melakukan
sholatnya kurang benar,sholat yang bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar
itu adalah sholat yang khusu' wal khudu', terus sholat khusuk wal khudu' itu
apa, sholat khusu' wal khudu' adalah sholat dengan konsentrasi batin dan
menghadirkan kebesaran Allah, dengan cara memperbaiki dhohir dan batinnya
sholat, jadi kalo mereka masih melakukan perbuatan keji dan munkar, pastilah
ada kekurangan dalam sholatnya.jadi kita harus mengoreksi sholat kita pakaian
kita tempat sholat, cara toharoh kita, dan juga baca'an kita, gerakan dalam
sholat kita, apakah sudah benar baca'an kita, gerakan kita, toharoh kita. 


·         Untuk mewujudkan keimanan
Beriman dan bertakwa merupakan perpaduan dari ekspresi
kehambaan yang paling tinggi nilainya apalagi bila dilandasi dengan keikhlasan
beramal maka akan sempurnalah ia sebagai hamba Allah SWT. Setelah itu sisi
kekholifahan manusia membawanya menjadi pribadi bertanggung jawab dalam
mengemban amanah sebagai apa pun ia di dunia ini, baik sebagai pejabat,
pengusaha, penegak keadilan, seniman dan lain sebagainya. 


Memelihara hubungan vertikal dengan Sang Pencipta maupun horizontal dengan
sesama manusia menjadi bagian dalam hidup yang harus dijaga kondusifitasnya.
Untuk menjadi beriman dan ber­takwa tentu ada proses yang ha­rus dilalui dan
ada persyaratan yang harus dipenuhi. Semua itu ada dalam ajaran syariat aga­ma
yang terkandung dalam kitab suci maupun hadits tinggal peng­amalannya saja yang
akan menentukan apakah seseorang itu telah menyandang predikat iman dan takwa
atau belum. Ketika ada pengamal yang memiliki pandangan lebih dalam tentang
ajaran tersebut, maka lalu timbul pengelompokkan baru yang menampung kesepa­haman
lebih dalam tersebut dalam kategori halakoh yang dapat diajak untuk
berkomunikasi lebih intensif tentang penda­laman nilai agama.


Dalam iman ada yakin, dalam takwa ada taat. Iman dan takwa mengandung banyak
yakin dan taat. Yakin yang semakin me­ningkat serta taat yang semakin menjadi,
menghasilkan pen­cerahan bathiniah bila dipadu dengan kefahaman akan pe­nge­tahuan
yang diserapnya melalui indera, ilham, ataupun upaya pembelajaran melalui
jenjang formal, informal, maupun nonformal. Keuntungan bagi siapa saja yang
dapat memadu dengan baik segala potensi positif yang dimilikinya. Kendalanya
ketika dorongan negatif tidak disikapi secara benar maka per­paduannya dapat
menyudutkan pada hal-hal negatif.


Sebuah konsekuensi logis dari sebuah kehidupan yang ber­dinamika adalah
adaptasi untuk dapat menjadi lebih beriman dan lebih bertakwa dengan kontrol
penuh untuk tidak berada di keadaan sebaliknya. Keter­jebakan harus dihindari
dan diwaspadai untuk dapat men­jalankan strategi serta taktik berkehidupan yang
bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Sekuat mungkin dapat mewujudkan
keimanan dan ketakwaan serta meningkatkan intensitas keduanya tanpa terpengaruh
oleh godaan duniawi (tahta, harta, wanita) maupun godaan pemusyrikan dan se­jenisnya
yang menjauhkan kita dari iman dan takwa.


Pengamalan syariat keimanan maupun ketakwaan yang ikhlas sebagai hamba Allah
SWT mau­pun keamanahan yang ditun­jukkan dalam menjalankan semua tugas yang
diberikan dan dipercayakan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi ini dapat
menjadikannya manusia dengan syukur nikmat yang membawanya ke sisi Allah SWT
sebagai yang dijamin hidup dan kehidupannya. Hal tersebut terlihat dari kete­nangannya
menghadapi hidup dan kehidupan serta mudahnya memperoleh jalan bagi per­masalahan
yang dihadapkan kepadanya. Komunikasinya pun meningkat pesat dengan diksi
(pilihan kata) yang baik dan tepat sasaran.


Ketika bicara iman dan takwa, kita tahu bahwa keduanya me­rupakan paket penguat
hubungan vertikal hamba dengan Tuhannya. Karena pengamalan keduanya berpengaruh
besar terhadap hubungan horizontal sesama manusia yang justru mengandung
keberagaman masalah, maka sangat penting mengatur komu­nikasi interpersonal
maupun transaksional dengan rambu-rambu ajaran syariat yang melu­ruskan dan
memberkahkan. Juga sangat memungkinkan bila kemudian ada beberapa individu yang
melampaui pemahamannya hingga tingkat keakraban vertikal maupun horizontal yang
men­jadikannya lebih sholeh dan terjauh dari kemusyrikan.


Ketidakseragaman pemahaman konsep keimanan dan ketakwaan yang dimiliki oleh
individu setelah mereka mengerti kedua istilah dimaksud (iman dan takwa) secara
harfiah menye­babkan mereka mempersepsi dengan logikanya sendiri dengan bantuan
ajaran syariat yang difahaminya. Ketika mereka berkomunikasi kepada sesa­manya,
mereka mendapatkan banyak hal baru dari teman bi­caranya karena dalam peng­amalan
mereka, masing-masing menemukan hal yang lebih membuat mereka lebih yakin dan
taat, membuat mereka lebih beriman dan bertakwa. Mereka membaca fenomena maupun
objek yang meninggikan inten­sitas keimanan dan ketakwaan dari penghayatan yang
mereka lakukan.


Menghayati berarti membuat apa yang difahami hidup (hayat), terpasang dan
menjadi bagian dari dirinya. Penghayatan me­rupakan alat yang memper­banyak
khasanah bekal bagi penjalanan hidup dan kehidupan yang penuh dengan format
maupun kerangka yang satu sama lain saling berebut untuk menjadi yang dominan
dan mempengaruhi hidup dan kehidupan seseorang. Kekuatan internal iman dan
takwa harus lebih kuat dari pola apapun yang berada diluarnya sehingga
mendapatkan hidup dan kehi­dupan yang terpegang, bukan hidup dan kehidupan yang
mengendalikan dan melemahkan iman dan takwa.  


Banyak Ulama/Kiyai besar yang memiliki pola pengamalan yang diijazahkan kepada
para santri atau pengikutnya untuk dapat terus menjaga keimanan dan
ketakwaannya kepada Allah SWT sebagai pencipta, pemelihara, penjamin, serta
pelindung hidup dan kehidupan alam semesta beserta isinya baik yang terlihat
oleh mata maupun yang tidak terlihat (dzohir maupun bathin). Yang demikian
adalah suatu kreasi yang merupakan kecer­dasan sang hamba sekaligus kholifah
untuk mengelola hidup dan kehidupan yang bersendikan keimanan dan ketakwaan
dengan menebarkan serta menye­barkannya kepada sesama.


Konstruksi iman dan takwa seseorang dapat dilihat kua­litasnya dengan melihat
apakah kebencian sesama masih melekat didalam dirinya ataukah ia sudah terbebas
dari saling benci, iri, dengki dan sejenisnya. Konstruksi iman-takwa yang baik
adalah yang terbebas dari saling benci sesama karena mereka menilai bahwa semua
makhluk Allah SWT tidak berhak saling benci. Mereka harus saling menyayangi
tanpa harus melihat latar belakang, status sosial, jabatan, kekayaan, dan
sebagainya. Me­reka harus menghindari ja­ngan sampai terjebak pada lingkaran
saling benci tak ada ujung yang mendendam kesumatkan. Mereka juga harus saling
mem­beri manfaat kepada sesamanya agar hidupnya lebih bermakna.


Semua kembali kepada kita semua untuk dapat menjadi manusia yang mengakui kele­mahannya
dihadapan Allah SWT dan selalu meningkatkan ke­kuatan iman dan takwa dengan
tidak mengesampingkan amal dengan sebanyak mungkin ama­lan baik yang bermanfaat
dan dapat meningkatkan taraf hidup dan kehidupan sesama baik yang ber­kualitas
kehambaan maupun kekhalifahan dengan berpasrah diri dan memasrahkan keselu­ruhannya
kepada Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar