Rabu, 19 Oktober 2011

willy pranoto - Amar Ma'ruf Nahi Munkar

1.
Amar Ma’ruf adalah perbuatan-perbuatan baik yang harus kita lakukan semasa hidup di dunia dan menjauhi perbuatan perbuatan mungkar (perbuatan dosa). Salah satu contoh dari Amar Ma’ruf adalah menjalankan sholat lima waktu. Sholat lima waktu adalah kewajiban umat manusia yang harus selalu dijalankan setiap hari. Dengan menjalankan sholat lima waktu kita dapat menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan disetiap waktu. Diharapkan dengan rajin sholat lima waktu dapat lebih mengingatkan kita agar tidak berbuat dosa. Mungkin manusia tidak akan pernah terhindar dari dosa tapi dengan rajin sholat dapat mengingatkan dan dapat menghindarkan kita dari segala dosa yang menjerumuskan kita dalam dosa.

2
Nahi Mungkar adalah perbuatan-perbuatan dosa yang harus selalu kita hindari. Contoh dari Nahi Mungkar adalah minum –minuman keras. hukuman dari orang yang minum-minuman keras adalah apabila orang itu sholat tidak akan diterima selama 40 hari. Karena minum-minuman keras dapat menghilangkan kesadaran dan membawa orang yang telah minum-minuman keras kedalam alam bawah sadar yang dapat memicu orang itu berbuat dosa yang lebih besar. Misalnya orang yang mabuk bisa mencuri, memperkosa, membunuh, dll

3
Beriman dan bertakwa merupakan perpaduan dari ekspresi kehambaan yang paling tinggi nilainya apalagi bila dilandasi dengan keikhlasan beramal maka akan sempurnalah ia sebagai hamba Allah SWT. Setelah itu sisi kekholifahan manusia membawanya menjadi pribadi bertanggung jawab dalam mengemban amanah sebagai apa pun ia di dunia ini, baik sebagai pejabat, pengusaha, penegak keadilan, seniman dan lain sebagainya. 
Memelihara hubungan vertikal dengan Sang Pencipta maupun horizontal dengan sesama manusia menjadi bagian dalam hidup yang harus dijaga kondusifitasnya.
Untuk menjadi beriman dan ber­takwa tentu ada proses yang ha­rus dilalui dan ada persyaratan yang harus dipenuhi. Semua itu ada dalam ajaran syariat aga­ma yang terkandung dalam kitab suci maupun hadits tinggal peng­amalannya saja yang akan menentukan apakah seseorang itu telah menyandang predikat iman dan takwa atau belum. Ketika ada pengamal yang memiliki pandangan lebih dalam tentang ajaran tersebut, maka lalu timbul pengelompokkan baru yang menampung kesepa­haman lebih dalam tersebut dalam kategori halakoh yang dapat diajak untuk berkomunikasi lebih intensif tentang penda­laman nilai agama.

Dalam iman ada yakin, dalam takwa ada taat. Iman dan takwa mengandung banyak yakin dan taat. Yakin yang semakin me­ningkat serta taat yang semakin menjadi, menghasilkan pen­cerahan bathiniah bila dipadu dengan kefahaman akan pe­nge­tahuan yang diserapnya melalui indera, ilham, ataupun upaya pembelajaran melalui jenjang formal, informal, maupun nonformal. Keuntungan bagi siapa saja yang dapat memadu dengan baik segala potensi positif yang dimilikinya. Kendalanya ketika dorongan negatif tidak disikapi secara benar maka per­paduannya dapat menyudutkan pada hal-hal negatif.

Sebuah konsekuensi logis dari sebuah kehidupan yang ber­dinamika adalah adaptasi untuk dapat menjadi lebih beriman dan lebih bertakwa dengan kontrol penuh untuk tidak berada di keadaan sebaliknya. Keter­jebakan harus dihindari dan diwaspadai untuk dapat men­jalankan strategi serta taktik berkehidupan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Sekuat mungkin dapat mewujudkan keimanan dan ketakwaan serta meningkatkan intensitas keduanya tanpa terpengaruh oleh godaan duniawi (tahta, harta, wanita) maupun godaan pemusyrikan dan se­jenisnya yang menjauhkan kita dari iman dan takwa.

Pengamalan syariat keimanan maupun ketakwaan yang ikhlas sebagai hamba Allah SWT mau­pun keamanahan yang ditun­jukkan dalam menjalankan semua tugas yang diberikan dan dipercayakan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi ini dapat menjadikannya manusia dengan syukur nikmat yang membawanya ke sisi Allah SWT sebagai yang dijamin hidup dan kehidupannya. Hal tersebut terlihat dari kete­nangannya menghadapi hidup dan kehidupan serta mudahnya memperoleh jalan bagi per­masalahan yang dihadapkan kepadanya. Komunikasinya pun meningkat pesat dengan diksi (pilihan kata) yang baik dan tepat sasaran.

Ketika bicara iman dan takwa, kita tahu bahwa keduanya me­rupakan paket penguat hubungan vertikal hamba dengan Tuhannya. Karena pengamalan keduanya berpengaruh besar terhadap hubungan horizontal sesama manusia yang justru mengandung keberagaman masalah, maka sangat penting mengatur komu­nikasi interpersonal maupun transaksional dengan rambu-rambu ajaran syariat yang melu­ruskan dan memberkahkan. Juga sangat memungkinkan bila kemudian ada beberapa individu yang melampaui pemahamannya hingga tingkat keakraban vertikal maupun horizontal yang men­jadikannya lebih sholeh dan terjauh dari kemusyrikan.

Ketidakseragaman pemahaman konsep keimanan dan ketakwaan yang dimiliki oleh individu setelah mereka mengerti kedua istilah dimaksud (iman dan takwa) secara harfiah menye­babkan mereka mempersepsi dengan logikanya sendiri dengan bantuan ajaran syariat yang difahaminya. Ketika mereka berkomunikasi kepada sesa­manya, mereka mendapatkan banyak hal baru dari teman bi­caranya karena dalam peng­amalan mereka, masing-masing menemukan hal yang lebih membuat mereka lebih yakin dan taat, membuat mereka lebih beriman dan bertakwa. Mereka membaca fenomena maupun objek yang meninggikan inten­sitas keimanan dan ketakwaan dari penghayatan yang mereka lakukan.

Menghayati berarti membuat apa yang difahami hidup (hayat), terpasang dan menjadi bagian dari dirinya. Penghayatan me­rupakan alat yang memper­banyak khasanah bekal bagi penjalanan hidup dan kehidupan yang penuh dengan format maupun kerangka yang satu sama lain saling berebut untuk menjadi yang dominan dan mempengaruhi hidup dan kehidupan seseorang. Kekuatan internal iman dan takwa harus lebih kuat dari pola apapun yang berada diluarnya sehingga mendapatkan hidup dan kehi­dupan yang terpegang, bukan hidup dan kehidupan yang mengendalikan dan melemahkan iman dan takwa. 
 

Banyak Ulama/Kiyai besar yang memiliki pola pengamalan yang diijazahkan kepada para santri atau pengikutnya untuk dapat terus menjaga keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT sebagai pencipta, pemelihara, penjamin, serta pelindung hidup dan kehidupan alam semesta beserta isinya baik yang terlihat oleh mata maupun yang tidak terlihat (dzohir maupun bathin). Yang demikian adalah suatu kreasi yang merupakan kecer­dasan sang hamba sekaligus kholifah untuk mengelola hidup dan kehidupan yang bersendikan keimanan dan ketakwaan dengan menebarkan serta menye­barkannya kepada sesama.

Konstruksi iman dan takwa seseorang dapat dilihat kua­litasnya dengan melihat apakah kebencian sesama masih melekat didalam dirinya ataukah ia sudah terbebas dari saling benci, iri, dengki dan sejenisnya. Konstruksi iman-takwa yang baik adalah yang terbebas dari saling benci sesama karena mereka menilai bahwa semua makhluk Allah SWT tidak berhak saling benci. Mereka harus saling menyayangi tanpa harus melihat latar belakang, status sosial, jabatan, kekayaan, dan sebagainya. Me­reka harus menghindari ja­ngan sampai terjebak pada lingkaran saling benci tak ada ujung yang mendendam kesumatkan. Mereka juga harus saling mem­beri manfaat kepada sesamanya agar hidupnya lebih bermakna.

Semua kembali kepada kita semua untuk dapat menjadi manusia yang mengakui kele­mahannya dihadapan Allah SWT dan selalu meningkatkan ke­kuatan iman dan takwa dengan tidak mengesampingkan amal dengan sebanyak mungkin ama­lan baik yang bermanfaat dan dapat meningkatkan taraf hidup dan kehidupan sesama baik yang ber­kualitas kehambaan maupun kekhalifahan dengan berpasrah diri dan memasrahkan keselu­ruhannya kepada Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar